As Long As I’m with You
Adi Idham
Siregar
"Rumah adalah orang
yang paling kita cintai"
"Rumahmu
kebakaran" pesan itu datang dari Facebook Eka.
"Rumah siapa?"
tanya Valda, darahnya berdesir.
"Rumah kamu, ini
pemadam kebakarannya lagi nyiramin air" pesan selanjutnya dikirim Eka.
Sekarang, ditambah sebuah foto lidah-lidah api yang amat besar, pintu dan
garasinya samar terlihat. Air mata Valda membasahi pipinya, air pemadam
kebakaran membasahi abu rumahnya.
Valda masuk kekamarnya, ia
membuka pintu jati berwarna jingga berhias ukiran batik itu, tiga hari lagi Ia
akan mengikuti tes beasiswa penuh satu semester ke Thailand, tumpukan buku
tergeletak rapi di atas kasurnya. Sajadah dan mukena mengintip dari sudut
lemarinya.
"Ini tes terakhirku,
aku harus bisa. Ayo Valda! Jangan nyerah!" Valda menyemangati dirinya
sendiri. Ia membuka lembaran buku "Media
and Gender" disampingnya buku "How to Speak Thai for Dummies" terbuka, halaman 89. Valda
memang mengincar beasiswa ini semenjak semester satu lalu, sudah dua kali tes
ini Ia cicip, sudah dua kali pula Ibunya berkata "Gak apa-apa, belum
rejeki" kepadanya.
Rumah Valda yang semula
berwarna putih gading sekarang berubah menjadi hitam keabu-abuan, foto yang
dikirim eka memperlihatkan kamar Valda, yang sekarang lebih mirip tumpukan abu
dan arang, dari sudut yang berbeda dinding dapur dan kamar mandi yang semula
biru muda sekarang menjadi hitam dengan bercak biru tua, catnya terkelupas.
Keramik yang semula bermotif bunga mawar berwarna merah muda dan hijau sekarang
hitam tanpa motif. Eka masih terus mengirim foto, halaman rumah Valda tergenang
oleh air, pita kuning dengan tulisan "Garis Polisi Dilarang Melintas"
mengitari rumah Valda, diikat di pohon Mangga dan Alpukat yang dulu tumbuh
subur di samping kanan rumah Valda, sekarang pohon-pohon itu kering, daunnya
coklat, buahnya hitam, bara api terlihat memerah memenuhi kulit luar,
kambiumnya terlihat. Valda semakin menangis air matanya hampir menyamai
derasnya semburan air dari selang pemadam kebakaran.
Ibu memasak kue koja, sejenis
bolu manis basah tanpa pengembang biasanya ditambah sari pandan sebagai warna
dan rasa, harum dan asapnya sampai ke kamar Valda, ia berlari kebelakang.
"Ibu masak kue koja
ya? Wah nanti yang agak gosong kasih Valda ya bu" kata Valda sambil
meletakkan piring di samping oven kompor.
"Iyaaa.. Itu makan
dulu, ada ikan pais" ibu menunjuk tudung saji kuning dengan motif bunga
matahari, senada dengan keramik yang mengitari dinding dapur. Kukusan ikan
berbalur parutan kelapa dan bumbu kuning lalu dibungkus daun talas itu terlihat
sangat menggiurkan. Valda mengambil piring lagi. Ibu mengeluarkan kue koja dari
oven kompor memotongnya lalu mengambil meletakkan kue koja berwarna lebih gelap
keatas piring yang tadi disodorkan Valda.
"Ini nak.." kata
Ibu meletakkan piring itu ke samping Valda yang sedang makan.
“Iya Bu, makasih Bu"
valda menjawab sambil sedikit melompat kesenangan.
Valda menangis melihat
foto yang masih dikirim oleh Eka Pracayajati, sahabat sebelah rumahnya. Mereka
sudah mulai bermain bersama semenjak duduk di bangku Sekolah Dasar.
"Kita dari main
kelereng, congklak, bepean, karet sampe sekarang main gadget , tab, nonton
bioskop bareng terus ya" kata-kata Eka yang dulu pernah diungkapkannya
muncul lagi ke permukaan otak Valda.
Eka kuliah di Institusi
Seni dan Sastra Indonesia, Ia tidak tertarik dengan luar negeri.
"Bahasa Inggris
susah, kalo keluar negeri, aku ngobrol pake bahasa apa? Kalo misalnya ke
Thailand kayak kamu.. Haaah, bahasa Inggris aja gak tau, apalagi bahasa
Thailand.. Hahahhaa" jawaban itu yang diberikan Eka saat Valda mengajaknya
ikut Tes beasiswa ke Thailand.
"Astaghfirullahaladzim,
Astaghfirullahaladzim.. Ya Allah.." Valda mengucap nama Allah
terus-menerus. Ia berbalik menuju kamar mandi lalu mencuci mukanya. Air mata
yang mengering di sudut mata digosok dengan jari telunjuknya.
Pot-pot di taman dan
pinggir pagar rumah disiram Valda. Bunga kamboja, kembang sepatu, kenanga, dan
anggrek memberi warna taman dan pagar rumah tanpa tingkat itu. Valda mengambil
sendok tanah dan garpu taman lalu mengganti tanah dan pupuk pot-pot itu,
disebelahnya Ibu sibuk membuangi daun-daun bunga yang layu dan memetik buah
alpukat dan mangga yang kebetulan berbuah lebat.
"Waah.. Nanti ibu
buatkan jus alpukat sama puding mangga ya" kata Ibu.
"Waah.. Nanti Valda
bantu ya bu" kata Valda semangat, ia mempercepat gerakan tangannya.
Gambaran jus dan puding segar menari diatas kepalanya.
"Ting.. Ting.."
suara pemberitahuan pesan Facebook
berbunyi nyaring membangunkan Valda yang sedari tadi terus-terus melamun. Eka
mengirim pesan.
"Kata pak polisi,
apinya muncul karena arus listrik yang gak stabil, jadi mungkin korslet gitu.
Kamu kan juga lagi di Thailand, jadi gak ada yang tahu. Eh tau tau apinya udah
segede ini"
Badan Valda lemas. Ia
keluar dari kamar mandi menuju ruangan kamarnya. "Krieeet.." pintu
itu terbuka. Seorang wanita berdiri menatap. Valda memeluknya.
"Ibu.. Rumah kita
kebakaran" suara Valda bergetar.
"Iya nak.. Ibu sudah
tau. Tadi Mama Eka menelpon Ibu.. Yasudah jangan menangis. Kita harus sabar. Ini
ujian dari Allah, ikhlas" kata Ibu. Air mata Ibu sedikit menetes, Ibu
menguatkan suaranya.
"Iya bu.
Alhamdulillah kita disini, Alhamdulillah kita selamat bu" jawab Valda. Ia
tidak tahu harus senang atau sedih.
"Iya nak, dimanapun
itu asal sama kamu Ibu sudah merasa dirumah. Yang penting sekarang sama anak
Ibu. Sudah ayo berdoa kepada Allah semoga kita diberi ketabahan, semoga Allah
akan memberikan pengganti yang lebih baik" Ibu tersenyum, air matanya
masih sedikit menetes.
"Iya Bu, dimanapun
Valda asal sama Ibu, Valda sudah merasa dirumah. Yang penting adalah Ibu. Valda
ikhlas sama semua yang hilang. Alhamdulillah Valda masih bisa ketemu Ibu,
memeluk Ibu"
"Ting.. Ting.."
suara yang sama kembali berdenting. Valda melepaskan pelukan Ibunya, Ia membuka
handphonenya.
"Val.. Apinya udah
padam, mobil sama motor kamu selamat soalnya garasinya gak sampe kebakar.
Syukurlah Val.. Puji Tuhan"
"Iya Ka.. Makasih ya
udah ngasih tau aku. Iya Alhamdulillah. Miss you so much" Valda membalas
pesan Eka.
Ibu pergi kedapur mengambil
dua cangkir cha kiyao atau teh hijau
Thailand. Sudah dua minggu mereka disini, awalnya Ibu tidak mau ikut. Tapi
beasiswa yang didapat Valda mengharuskan ia membawa satu orang pendamping.
Ayahnya seorang polisi, beliau sudah meninggal saat meleraikan perang antar dua
suku. Jadi Ibulah yang harus menemani Valda. Teh itu Ibu letakkan didalam
cangkir, dimasukkannya sedikit gula kedalam cangkir itu. Ibu kembali ke kamar,
memberikan Valda secangkir cha kiyao
hangat. Mereka berpelukan lagi lebih erat.
"Alhamdulillah ya
Allah" kata Valda.
Profil Penulis
Nama :
Adi Idham Siregar
Tempat/tanggal
lahir : Bengkulu/24 Mei 1995
Hobi :
Menulis, menyanyi, travelling
Alamat : Jalan
Setianegara no 11, Kandang Mas, Bengkulu
Nomor Handphone : 089649704516