Kamis, 26 November 2015

As Long As I’m with You - Adi Idham Siregar - D1E013050

As Long As I’m with You
Adi Idham Siregar


"Rumah adalah orang yang paling kita cintai"

"Rumahmu kebakaran" pesan itu datang dari Facebook Eka.
"Rumah siapa?" tanya Valda, darahnya berdesir.
"Rumah kamu, ini pemadam kebakarannya lagi nyiramin air" pesan selanjutnya dikirim Eka. Sekarang, ditambah sebuah foto lidah-lidah api yang amat besar, pintu dan garasinya samar terlihat. Air mata Valda membasahi pipinya, air pemadam kebakaran membasahi abu rumahnya.
Valda masuk kekamarnya, ia membuka pintu jati berwarna jingga berhias ukiran batik itu, tiga hari lagi Ia akan mengikuti tes beasiswa penuh satu semester ke Thailand, tumpukan buku tergeletak rapi di atas kasurnya. Sajadah dan mukena mengintip dari sudut lemarinya.
"Ini tes terakhirku, aku harus bisa. Ayo Valda! Jangan nyerah!" Valda menyemangati dirinya sendiri. Ia membuka lembaran buku "Media and Gender" disampingnya buku "How to Speak Thai for Dummies" terbuka, halaman 89. Valda memang mengincar beasiswa ini semenjak semester satu lalu, sudah dua kali tes ini Ia cicip, sudah dua kali pula Ibunya berkata "Gak apa-apa, belum rejeki" kepadanya.
Rumah Valda yang semula berwarna putih gading sekarang berubah menjadi hitam keabu-abuan, foto yang dikirim eka memperlihatkan kamar Valda, yang sekarang lebih mirip tumpukan abu dan arang, dari sudut yang berbeda dinding dapur dan kamar mandi yang semula biru muda sekarang menjadi hitam dengan bercak biru tua, catnya terkelupas. Keramik yang semula bermotif bunga mawar berwarna merah muda dan hijau sekarang hitam tanpa motif. Eka masih terus mengirim foto, halaman rumah Valda tergenang oleh air, pita kuning dengan tulisan "Garis Polisi Dilarang Melintas" mengitari rumah Valda, diikat di pohon Mangga dan Alpukat yang dulu tumbuh subur di samping kanan rumah Valda, sekarang pohon-pohon itu kering, daunnya coklat, buahnya hitam, bara api terlihat memerah memenuhi kulit luar, kambiumnya terlihat. Valda semakin menangis air matanya hampir menyamai derasnya semburan air dari selang pemadam kebakaran.
Ibu memasak kue koja, sejenis bolu manis basah tanpa pengembang biasanya ditambah sari pandan sebagai warna dan rasa, harum dan asapnya sampai ke kamar Valda, ia berlari kebelakang.
"Ibu masak kue koja ya? Wah nanti yang agak gosong kasih Valda ya bu" kata Valda sambil meletakkan piring di samping oven kompor.
"Iyaaa.. Itu makan dulu, ada ikan pais" ibu menunjuk tudung saji kuning dengan motif bunga matahari, senada dengan keramik yang mengitari dinding dapur. Kukusan ikan berbalur parutan kelapa dan bumbu kuning lalu dibungkus daun talas itu terlihat sangat menggiurkan. Valda mengambil piring lagi. Ibu mengeluarkan kue koja dari oven kompor memotongnya lalu mengambil meletakkan kue koja berwarna lebih gelap keatas piring yang tadi disodorkan Valda.
"Ini nak.." kata Ibu meletakkan piring itu ke samping Valda yang sedang makan.
Iya Bu, makasih Bu" valda menjawab sambil sedikit melompat kesenangan.
Valda menangis melihat foto yang masih dikirim oleh Eka Pracayajati, sahabat sebelah rumahnya. Mereka sudah mulai bermain bersama semenjak duduk di bangku Sekolah Dasar.
"Kita dari main kelereng, congklak, bepean, karet sampe sekarang main gadget , tab, nonton bioskop bareng terus ya" kata-kata Eka yang dulu pernah diungkapkannya muncul lagi ke permukaan otak Valda.
Eka kuliah di Institusi Seni dan Sastra Indonesia, Ia tidak tertarik dengan luar negeri.
"Bahasa Inggris susah, kalo keluar negeri, aku ngobrol pake bahasa apa? Kalo misalnya ke Thailand kayak kamu.. Haaah, bahasa Inggris aja gak tau, apalagi bahasa Thailand.. Hahahhaa" jawaban itu yang diberikan Eka saat Valda mengajaknya ikut Tes beasiswa ke Thailand.
"Astaghfirullahaladzim, Astaghfirullahaladzim.. Ya Allah.." Valda mengucap nama Allah terus-menerus. Ia berbalik menuju kamar mandi lalu mencuci mukanya. Air mata yang mengering di sudut mata digosok dengan jari telunjuknya.
Pot-pot di taman dan pinggir pagar rumah disiram Valda. Bunga kamboja, kembang sepatu, kenanga, dan anggrek memberi warna taman dan pagar rumah tanpa tingkat itu. Valda mengambil sendok tanah dan garpu taman lalu mengganti tanah dan pupuk pot-pot itu, disebelahnya Ibu sibuk membuangi daun-daun bunga yang layu dan memetik buah alpukat dan mangga yang kebetulan berbuah lebat.
"Waah.. Nanti ibu buatkan jus alpukat sama puding mangga ya" kata Ibu.
"Waah.. Nanti Valda bantu ya bu" kata Valda semangat, ia mempercepat gerakan tangannya. Gambaran jus dan puding segar menari diatas kepalanya.
"Ting.. Ting.." suara pemberitahuan pesan Facebook berbunyi nyaring membangunkan Valda yang sedari tadi terus-terus melamun. Eka mengirim pesan.
"Kata pak polisi, apinya muncul karena arus listrik yang gak stabil, jadi mungkin korslet gitu. Kamu kan juga lagi di Thailand, jadi gak ada yang tahu. Eh tau tau apinya udah segede ini"
Badan Valda lemas. Ia keluar dari kamar mandi menuju ruangan kamarnya. "Krieeet.." pintu itu terbuka. Seorang wanita berdiri menatap. Valda memeluknya.
"Ibu.. Rumah kita kebakaran" suara Valda bergetar.
"Iya nak.. Ibu sudah tau. Tadi Mama Eka menelpon Ibu.. Yasudah jangan menangis. Kita harus sabar. Ini ujian dari Allah, ikhlas" kata Ibu. Air mata Ibu sedikit menetes, Ibu menguatkan suaranya.
"Iya bu. Alhamdulillah kita disini, Alhamdulillah kita selamat bu" jawab Valda. Ia tidak tahu harus senang atau sedih.
"Iya nak, dimanapun itu asal sama kamu Ibu sudah merasa dirumah. Yang penting sekarang sama anak Ibu. Sudah ayo berdoa kepada Allah semoga kita diberi ketabahan, semoga Allah akan memberikan pengganti yang lebih baik" Ibu tersenyum, air matanya masih sedikit menetes.
"Iya Bu, dimanapun Valda asal sama Ibu, Valda sudah merasa dirumah. Yang penting adalah Ibu. Valda ikhlas sama semua yang hilang. Alhamdulillah Valda masih bisa ketemu Ibu, memeluk Ibu"
"Ting.. Ting.." suara yang sama kembali berdenting. Valda melepaskan pelukan Ibunya, Ia membuka handphonenya.
"Val.. Apinya udah padam, mobil sama motor kamu selamat soalnya garasinya gak sampe kebakar. Syukurlah Val.. Puji Tuhan"
"Iya Ka.. Makasih ya udah ngasih tau aku. Iya Alhamdulillah. Miss you so much" Valda membalas pesan Eka.
Ibu pergi kedapur mengambil dua cangkir cha kiyao atau teh hijau Thailand. Sudah dua minggu mereka disini, awalnya Ibu tidak mau ikut. Tapi beasiswa yang didapat Valda mengharuskan ia membawa satu orang pendamping. Ayahnya seorang polisi, beliau sudah meninggal saat meleraikan perang antar dua suku. Jadi Ibulah yang harus menemani Valda. Teh itu Ibu letakkan didalam cangkir, dimasukkannya sedikit gula kedalam cangkir itu. Ibu kembali ke kamar, memberikan Valda secangkir cha kiyao hangat. Mereka berpelukan lagi lebih erat.
"Alhamdulillah ya Allah" kata Valda.












Profil Penulis

Nama                                            : Adi Idham Siregar
Tempat/tanggal lahir         : Bengkulu/24 Mei 1995
Hobi                                             : Menulis, menyanyi, travelling
Alamat                                         : Jalan Setianegara no 11, Kandang Mas, Bengkulu
Nomor Handphone          : 089649704516

E-mail                                          : adiidham@gmail.com

PIKIRAN - Adi Idham Siregar - D1E013050

Pikiran
Adi Idham Siregar

Aku terapung-apung diatas pikiran
Gelombang memori masuk ke telinga lalu keluar dari mata
Percikan air matamu membasahi pundak
Lautan ini tak berair, setetespun
Aku berjalan diatas pikiranku
Deru kenangan menyentuh pipi dan pinggangku
Panas matahari kemarin menyengat kulit
Gurun ini tak berpasir, sebutirpun
Aku terbaring diatas taman
Kelopak bunga yang kau berikan semalam jatuh terlalu dalam kedalam lautan tak berair, keatas gurun tak berpasir
Duri semak belukar menusuk punggungku, sakit
Apa itu sakit?
Aku lupa

Bengkulu, 9 November 2015











Profil Penulis

Nama Lengkap                        : Adi Idham Siregar
Nama Panggilan                      : Adi
Pekerjaan                                             : Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Bengkulu
Tempat/Tanggal Lahir : Bengkulu/24 Mei 1995
Alamat                                                : Jalan Setianegara No 14, Kandang Mas, Bengkulu
Nomor Handphone     : 089649704516
Akun Facebook                       : Adi Idham S
Hobi                                                    : Menulis, menyanyi, dan Travelling
E-mail                                     : adiidhams@gmail.com
Cita-cita                                              : Duta Besar


PERJALANAN WAKTU - Adi Idham Siregar - D1E013050

Perjalanan Waktu
Adi Idham Siregar

"Tek.. Tek.. Tek.." jendela kayu terantuk ke dinding. Angin bertiup kencang semenjak lima belas menit lalu. Bunga matahari dan aster dibawah jendela itu bergoyang seperti akan lepas dari akarnya.
"Aduuh.. Lamaa.." Soufia mengernyitkan dahi. Pesan dan obrolan di media sosialnya tidak menemui balasan. Sepuluh menit kemudian motor matic berwarna putih datang, seorang lelaki turun.
"Ayo langsung pergi, kamu lama sih kasian ntar dianya nungguin" Soufia berkata terburu-buru, ia langsung melompat keatas motor itu diikuti lelaki yang baru satu seperempat menit menginjakkan kakinya di rumah itu.
Soufia biasanya tidak menerima pasien hari ini, tapi karena pasien satu ini sahabatnya sewaktu Sekolah Menengah Pertama, ia tak tega untuk menolaknya. Lelaki itu masih menggunakan kemeja merah dan celana polos coklat, di sepatunya, bercak-bercak lumpur terlihat samar menutupi warna hitam mengkilap itu.
"Aku baru pulang, tadi bantu Ibu Widya ngurus nilai dulu, aku kan masih baru jadi gak mungkin aku nolak bantuin" kata lelaki yang sering dipanggil Deka oleh teman-temannya dan dipanggil "Sayang" oleh Soufia.
"Iya.. Gak apa-apa kok, aku cuma cemas aja ntar si Dianiek kelamaan nunggu" jawab Soufia. Deka mengangguk.
Bulir gerimis perlahan bertransformasi menjadi lebih besar, Deka menutup kaca helm dan mengancingkan jaketnya.
"Kamu mau beli makan dulu gak?" tanya Deka.
"Gak deh, ntar aja. Aku masih kepikiran sama Dianiek" jawab Soufia cepat.
"Oo yaudah ntar kita makan di..."
"Dhuaaaakk" bunyi tabrakan terdengar jelas. Mobil dan motor terpecah menjadi beberapa bagian. Deka dan Soufia cemas. Deka berhenti dan mencondongkan kepalanya ke arah kiri. Bulu kuduknya merinding, helm yang dikenakan orang itu pecah, stang kemudinya patah, spionnya patah, tangannya patah.
"Dhuaaak" bunyi tabrakan kedua kembali terdengar, kali ini lebih jelas. Motor putih itu bercampur tetesan air hujan, tanah, dan darah. Sepatu Deka yang semula hanya tertutupi bercak lumpur sekarang tertutupi juga oleh darah, darah Soufia. Mereka terbaring dijalan. Darah mengalir dari dahi dan ubun-ubun Soufia. Deka pingsan. Air hujan membasahi mereka, pohon, jalan, tanah, darah, dan orang-orang yang mengitari mereka.
Soufia bangun, tubuhnya berada diatas kasur putih, Deka datang membawa bunga aster dan matahari dibalut dengan kertas kacang dan diikat dengan pita merah muda.
"Yang, lukanya masih sakit?" tanya Deka
"Hmm?" jawab Soufia lalu membuang muka ke sudut kamarnya.
"Ini, masih sakit?" tanya Deka sambil memegang ubun-ubun Soufia.
"Essss... Hmmm!" kata Soufia meringis.
Deka mengambil air di dapur, Soufia hanya diam menatap sudut kamarnya lalu duduk di sisi tempat tidurnya. Ia tidak berfikir apa-apa, Ia tidak melakukan apa-apa, Ia lupa. Deka datang membawa nampan berisi segelas air, obat merah, perban, dan beberapa pil dan kapsul. Deka membuka perban Soufia, Ia kembali meringis. Obat merah dioleskan diatas kapas lalu diperbankan di dahi dan ubun-ubun Soufia. Soufia berdiri lalu dipapah menuju ruangan kecil disebelah dapur, pintunya berwarna tosca dengan lukisan bunga matahari dan beberapa ornamen batik. Pintu itu terbuka mulus tanpa ada suara, tanda kalau pintu itu terlalu sering dirawat dan dibuka. Didalamnya terpajang foto-foto PDKT sampai ulang tahun pernikahan mereka yang kedua seminggu lalu. Soufia hanya menatap deretan foto berbingkai itu dengan pandangan kosong, Ia tidak tahu kapan itu terjadi, siapa saja orang-orang didalam foto itu, bahkan Ia tidak tahu apa yang sedang dilihatnya sekarang. Deka berulang kali menjelaskan foto-foto itu tapi Soufia tetap tak bersuara. Soufia diantar ke lemari kaca, Deka mengoceh tentang album Anggun, Beyoncè, Rihanna, dan beberapa album lagu daerah. Soufia tidak mengerti apa yang dikatakan suaminya itu. Dia hanya melihat dan memutar-mutar matanya keseluruh ruangan berwarna kuning kepodang itu. Soufia diantar ke kamar, Deka menyuguhkan pil dan kapsul ke mulut Soufia. Tak lama Soufia tertidur. Deka menyelimutinya dengan selimut putih bermotif bunga matahari disepanjang sisi kanannya. Bunga di selimutnya terbang memenuhi ruangan dan angan-angannya.
Soufia bangun, bunga diruangan itu hilang, warna kuning dari lampu sorot menyakiti matanya, suster dan dokter diruangan itu mengambil tabung oksigen dan segelas penuh air. Soufia menghirup oksigen lalu menenggak air yang dipegang oleh suster itu.
"Dimana suami saya, Dok?" tanya Soufia lancar.
"Dokter mengantar Soufia ke ruangan Instalasi Gawat Darurat. Deka terbaring diatas kasur putih lengkap dengan selimut dengan warna senada, tanpa bunga matahari. Soufia duduk disebelahnya. Deka sedikit menggerakkan jarinya. Sambil memegang perban di dahinya, Soufia menggenggam tangan Deka. Deka bangun, ia melihat muka Soufia. Soufia tersenyum, tapi Deka tidak. Soufia mencium kening Deka.
" Yaaaang... Alhamdulillah sudah bangun, gimana?" tanya Soufia cemas.
Deka diam, dia tidak mengerti apa yang dikatakan Soufia. Ia lupa.




















Profil Penulis

Nama Lengkap                        : Adi Idham Siregar
Nama Panggilan                      : Adi
Pekerjaan                                             : Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Bengkulu
Tempat/Tanggal Lahir : Bengkulu/24 Mei 1995
Alamat                                                : Jalan Setianegara No 14, Kandang Mas, Bengkulu
Nomor Handphone     : 089649704516
Akun Facebook                       : Adi Idham S
Hobi                                                    : Menulis, menyanyi, dan Travelling
E-mail                                     : adiidhams@gmail.com
Cita-cita                                              : Duta Besar


Zabana - Adi Idham Siregar - D1E013050

Zabana
Adi Idham Siregar

Zabana melihat keatas, di kirinya tumpukan batu bata yang sudah berlumut menghadang, di kanan, pandangannya dihalangi batu koral dan pecahan semen lembab, tiga lembar daun pakis mencuat dari selanya.  Kaki dan setengah badannya tertutup air jernih, butiran pasir melayang disekitarnya. Air menetes, darah menetes. Za memegang batu bata dan mencoba memanjat, telapak kakinya terlalu basah, Ia jatuh. Tangannya sekarang memegang semen yang sudah hampir terbuyar, lingkaran diatasnya sudah semakin dekat, ia menggenggam kumpulan pakis yang lumayan rimbun. Ia menarik badannya keatas sekuat tenaga, tapi akar pakis tidak kuat untuk menahan beban Za, Ia jatuh, kepalanya menghantam lumut, lumut yang menempel di batu bata. Air di sumur itu berubah maroon. Seorang anak kecil mengintip dari atas.
Za terbangun, tangannya terhubung oleh selang berisi cairan bening dibawah selimut tipis ia merasa panas air conditioner menunjukkan angka 18 derajat celcius batang besi di sisi tempat tidurnya sudah terasa sangat dingin, buah apel, pisang, pir, dan jeruk di dalam parsel sudah hampir mengkerut, roti dan bekal yang dibawa sudah lumayan keras. Di kanannya sekarang seorang wanita tersenyum, tangan wanita itu langsung menggenggam tangan Za. Ia lalu menghapus air matanya dan mulai mengelus pipi Zabana. Za diam, begitu pun bunga dan burung kertas di sampingnya.
"Nak.." panggil wanita itu.Za diam, matanya bergerak menyapu wajah wanita itu, apel, burung kertas, dan selang ditangannya.
"Nak.. Sudah enakkan?" tanya wanita itu sambil memegang perban di dahi Zabana.
"Naak.. Za.." wanita itu mulai cemas.
Za masih diam, hanya deru air conditioner dan gesekan tirai yang terdengar. Wanita itu menangis. Lelaki dengan tinggi sekitar 172cm masuk keruangan itu seorang gadis membuntutinya, mereka menggunakan setelan putih lengkap dengan stetoskop di leher. Lelaki itu memeriksa dan menanyai berbagai macam hal kepada Za. Tak lama, Ia membawa wanita yang menangis itu ke sudut ruangan, Ia menangis, lebih deras. Seorang anak kecil mengintip dari bawah tempat tidur. Zabana tertidur lagi.
Zabana masuk ke kamarnya, muka dan kertas yang digenggamnya sama-sama kusut. "Maaf, Anda Tidak Lulus" tulisan itu berwarna biru, sedikit luntur oleh air mata. Beasiswa ke Universitas impiannya pupus. Beasiswa ke Kanada yang sudah ia idamkan dari SMA sampai sekarang Ia kuliah di semester 2.
"Nak.. Sudah pulang?" suara itu datang dari dapur bersama harum ikan goreng dan tempoyak udang, udang yang dimasak bersama sambal dan fermentasi buah durian.
"Ya!" teriak Za.
"Tolong sapu halaman samping ya nak, Ibu masih masak" suara tadi kembali menyapa, kali ini diiringi bunyi letupan minyak goreng.
"Alaah Bu! Aku lagi kesal! Bisa gak sih jangan ganggu aku!" ungkap Zabana dalam hati.
"Ya, nanti!" teriak Za, kali ini dengan nada lebih tinggi.Kipas angin dikamar Za menyibakkan tirai bunga rafflesia di jendela. Cahaya matahari sore masuk menyoroti lemari disudut ruangan, seorang anak kecil duduk diatasnya. Za tidak melihat, Za tidak bisa melihatnya.
Za keluar dari kamar, tangannya membanting pintu. Dengan malas, ia menuju halaman. Mulutnya komat-kamit memarahi wanita yang sekarang berada di dapur. Sapu lidi yang sudah lumayan kusam diambilnya, didepannya tersaji dedaunan dan ranting kering, rumput yang tinggi dan banyaknya batuan menambah kekesalannya terhadap wanita yang dipanggilnya "Ibu" itu. Tangannya mulai menyapu sesampahan, sumur dibelakangnya mengeluarkan suara aneh. Ia mendekat. Sumur itu berbisik, ia mencondongkan kepalanya kedalam sumur itu. Seorang anak kecil bersembunyi di celah semen yang hampir terbuyar mulutnya bergerak tapi yang terdengar hanya bisikan, di sampingnya batu bata berbalut lumut menambah kengerian sumur itu. Za semakin menunduk, tangannya licin, ia jatuh.
Zabana terbangun, ruangannya berbeda, Ia dikamar Ibu. Ibu datang membawa nampan berisi air hangat, makanan kesukaan Zabana, dan obat-obatan. Ibu lalu membawa album masa kecil Za, berharap dapat membantu ingatannya kembali. Za masih diam, Ibu masih menangis. Ibu menyuapi Za dan menggerakkan mulutnya agar makanan itu terkunyah. Album masa lalu Za dibolak-balik dan ditontonkan ke hadapan Za. Ibu memeluk Za sangat erat ia mencelupkan handuk kecil ke dalam air hangat dan menyapukannya ke dahi Za, air mata Ibu ternyata lebih hangat dari air yang dipegangnya. Za mengusap air mata Ibu. Ibu meletakkan nampan ke wastafel, ia lalu bergegas menuju ruang ibadah dan berdoa kepada Allah, mengambil Al-Qur'an lalu membacanya. Suara itu terdengar sampai ke telinga Za. Zabana terbangun, Ibu kembali ke kamar dan memeluk Za. Sambil berbisik Ibu menyanyikan lagu kesukaan Za semasa kecil.
"Kasih Ibu, kepada beta
Tak terhingga sepanjang masa
Hanya memberi, tak harap kembali" air mata ibu kembali mengalir.
"Bagai sang surya menyinari dunia" Zabana menyanyikan lirik terakhir. Seorang anak kecil tersenyum di sebelah Za.














Profil Penulis

Nama Lengkap                        : Adi Idham Siregar
Nama Panggilan                      : Adi
Pekerjaan                                 : Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Bengkulu
Tempat/Tanggal Lahir : Bengkulu/24 Mei 1995
Alamat                                                : Jalan Setianegara No 14, Kandang Mas, Bengkulu
Nomor Handphone                 : 089649704516
Akun Facebook                       : Adi Idham S
Hobi                                        : Menulis, menyanyi, dan Travelling
E-mail                                     : adiidhams@gmail.com

Cita-cita                                  : Duta Besar

AMNESIA - Andrearna Framitha - D1E013091

AMNESIA
Andrearna Framitha

Aku punya suara
Aku punya suara tapi tak bisa bersuara
Aku punya suara tapi tak bisa bicara
Aku bernyanyi untuk sendiri yang pahami

Lalu kau bertanya.. aku tersesat di melodimu yang terlalu sulit untuk kucari jalan keluarnya
Lalu kau bertanya.. aku tenggelam di dalam ombak kata yang terlalu menggulung pikiranku
Lalu kau bertanya.. aku masuk ke ruangan kosong yang terlalu bergema oleh suaramu
Lalu kau bertanya.. aku punya suara yang tak bisa menjawab

Aku punya suara, tapi dalam hati pun aku tak mampu berkata-kata







Profil Penulis:
Nama               : Andrearna Framitha
Alamat            : Jl. Bandar Raya NO 57 RT 1 RW 1 Rawa Makmur Permai Kota Bengkulu
TTL                 : Bengkulu, 16 Januari 1995
Pekerjaan         : Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Bengkulu
Cita-Cita         : Young Entrepereneur atau Penyanyi
No Hp                         : 089611664818
E-mail             : andrearnaframitha@ymail.com

Fb                    : Andrearna Framitha

MENGHAPUS JEJAKMU DI LOGIKAKU - Andrearna Framitha - D1E013091

MENGHAPUS JEJAKMU DI LOGIKAKU
By : Andrearna Framitha

Cerita ini fakta dan nyata dikehidupanku. Cerita ini berawal ketika aku mulai memasuki masa putih abu-abu, yang kebanyakan orang mengatakan bahwa masa itu susah untuk dilupakan dan sedih jika dikenang. Maka dari itu aku mencoba melampiaskan cerita ini dalam sebuah cerita pendek. Inilah aku dan cerita dariku.
Beberapa tahun yang silam. Tepatnya di tahun 2010 dimana aku mulai memasuki masa putih abu-abu. Masa dimana aku mulai untuk berpikir kedepan dan mengubah pola pikir serta pola hidup yang dulunya masih kekanak-kanakan menjadi seorang yang lebih dewasa. Dimasa-masa ini aku mencoba untuk melakukan perubahan sebaik mungkin.
Aku Atta, aku adalah siswa baru dari salah satu sekolah terfavorit di kotaku. Diawal aku memasuki masa-masa sekolah aku sangat senang bisa bersekolah disana, karena sekolah tersebut merupakan salah satu sekolah yang aku inginkan. Kerja keras, usaha, doa dan motivasi dari kedua orang tuaku yang membuat aku bisa berada disana. Aku bangga dan orang tuaku juga bangga terhadapku.
Diawal memasuki masa-masa orientasi siswa atau yang sering disebut dengan MOS. Aku mulai bergaul dan mulai bertegur sapa dengan teman-teman yang lainnya. Tetapi aku melihat dari kejauhan ada sosok lelaki dengan badan yang cukup berisi dan berpakaian rapi, dia tampak menyendiri disudut teras depan salah satu kelas yang ada disekolah ini. Dia seperti orang yang tampak kebingungan dan merasa asing saat pertama kalinya berada disekolah tersebut. Ternyata dia belum terlalu banyak mengenal teman-teman disekitarnya, karena status sekolahnya yang tidak terlalu terkenal dikotaku ini. Dia hanya bisa diam dan tak banyak berkutik. Dia hanya memperhatikan kegiatan yang dilakukan oleh siswa yang lainnya.
Setelah beberapa hari melewati masa orientasi siswa, dan melakukan berbagai tes, tibalah saatnya untuk penentuan menduduki sebuah kelas. Disekolah ini terdapat kurang lebih 16 ruang kelas belajar dan berbagai ruangan lainnya. Pada akhirnya aku mendapatkan kelas sepuluh A dan aku sangat kaget ketika aku harus ditempatkan satu kelas dengan lelaki yang menjadi bahan perhatianku tadi. Kemudian setelah mengetahui kelas masing-masing aku dan teman-teman yang lainnya langsung mencari dan memasuki kelas yang kami dapatkan. Disana kami mulai berkenalan satu dengan yang lainnya. Dan herannya aku masih saja mengamati dan memperhatikan lelaki itu. Ntah apa yang menarik dari dirinya, aku juga tidak mengerti. Aku ingin sekali bisa berkenalan dan bisa bertegur sapa dengannya.
Namanya adalah tirta, nama dengan arti yang sangat bagus. Disaat pertama kalinya aku mengenal nama itu. Sepertinya dia orang yang baik dan mudah bergaul. Dan jika dilihat dari penampilannya dia juga berasal dari keluarga yang sangat berkecukupan. Aku mulai mengenal dirinya dan mulai untuk saling bertegur sapa dengannya.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan aku mulai merasakan hal yang berbeda. Aku merasa nyaman jika sedang bercanda dan bermain dengannya. Ntah apa yang aku rasakan, aku juga tak begitu paham dengan rasa ini. Aku mulai bertanya-tanya kepada diriku sendiri. Apakah ini yang dinamakan jatuh cinta ?
Setelah beberapa lama aku mengenal dirinya. Sedikit demi sedikit aku mulai paham bagaimana dirinya, aku juga mulai mengetahui sifat baik dan buruk dari dirinya, apa yang ia suka dan ia tidak suka aku juga belajar untuk tahu tentang hal itu. Dan aku juga mulai mengenal kedua orang tua dan keluarganya.
Semakin hari hati ini semakin menjadi-jadi ketika kami begitu akrab dengan segala hal, perhatian serta kepedulian yang ia lontarkan kepadaku juga membuat perasaan ini semakin menggebu-gebu. Mungkin kata jatuh cintalah yang tepat untuk mengartikan perasaanku saat ini. Aku mulai seperti orang yang kehilangan akal dan tak tentu arah.Yang ada dipikirkan ini hanyalah lelaki itu. Aku selalu terbayang dengan hal-hal indah yang selalu kami lakukan. Sepertinya inilah yang dinamakan jatuh cinta.
Setelah beberapa tahun aku mengenal dirinya, perasaan yang selama ini aku pendam belum juga berubah, perasaan ini masih sama ketika aku baru mengenalnya dulu. Sudah banyak hal-hal indah dan lucu yang kami lakukan bersama. Aku mulai mencoba untuk membuka diriku dan mengatakan perasaan yang selama ini aku rasakan. Aku memberanikan diri untuk mengatakan yang sejujurnya bahwa aku suka kepadanya. Tetapi hal yang tidak inginkan terjadi. Dia mulai menjauh dariku dan mulai tidak memperdulikan diriku lagi. Aku juga mulai menjaga jarak dengannya. Padahal aku sudah begitu dekat dengan keluarganya bahkan diantara semua teman-temannya yang akrab dengan dirinya hanya aku yang memanggil kedua orang tuanya dengan sebutan “mama & papa”. Aku juga sering sekali diajak untuk berpergian bersama kedua orang tuanya, apalagi dengan mamanya. Aku sudah dianggap seperti anak sendiri oleh mamanya. Aku juga sudah menganggap mereka seperti kedua orang tuaku.
Sekarang aku hanya bisa bermimpi untuk bisa selalu bersamanya. Tak banyak yang aku inginkan sekarang, aku hanya ingin seperti orang yang sedang terkena amnesia, yang tak mengingat apapun itu, yang sama sekali tak mempunyai beban apapun. Aku ingin seperti itu agar aku bisa melupakan semua kenangan yang pernah kami lakukan bersama dahulu. Aku tak ingin mengingat semua hal ini lagi. Karena itu akan membuat aku merasa seperti orang yang sangat bodoh. Tetapi aku percaya bahwa Tuhan punya rencana lain untuk diriku. Tuhan punya berjuta kejutan yang indah yang akan ia berikan kepadaku.
Dan setelah beberapa tahun yang lewat semenjak kami sudah lulus dari bangku SMA, aku sudah sangat jarang mendengar kabar darinya. Aku hanya mendapat kabar dari mamanya bahwa sekarang Ia sudah berada dipulau jawa untuk melanjutkan studi sarjananya disana. Aku sangat senang ketika mendapat kabar bahwa Ia sudah berada di pulau jawa untuk melanjutkan studinya karena yang aku tahu dia memang ingin sekali untuk bersekolah dan melanjutkan studinya disana. Dan aku juga mendapatkan kabar dari teman-temanku bahwa ia sudah mempunyai pacar yang bernama Arumi. Ketika teman-temanku membicarakan hal tentang dirinya aku hanya bisa diam dan tersenyum. Tak sepatah katapun aku melontarkan perkataanku tentang dirinya. Aku tak ingin mengingat kembali hal yang pernah terjadi mengenai aku dan dirinya. Biarkan semua itu terkubur dan menjadi cerita lama yang hanya tersimpan dilogikaku.








Profil Penulis:
Nama               : Andrearna Framitha
Alamat            : Jl. Bandar Raya NO 57 RT 1 RW 1 Rawa Makmur Permai Kota Bengkulu
TTL                 : Bengkulu, 16 Januari 1995
Cita-Cita         : Young Entrepereneur atau Penyanyi
No Hp              : 089611664818
E-mail              : andrearnaframitha@ymail.com

Fb                    : Andrearna Framitha

Kau Sayap Kananku - Rahmawati - D1E013029

Kau Sayap Kananku

Setiap orang memiliki kisah dan cintanya masing-masing, begitupun Aku dengan kisah cintaku sendiri. Sosok laki-laki bernama Angga yang kukenal beberapa bulan lalu telah mencuri hatiku, alhasil dalam jangka waktu yang singkat, kamipun berkomitmen untuk menjadi sepasang kekasih. Angga laki-laki yang baik dan membuat ku nyaman selama berada di sisinya. Namun, kisah cinta ini tidak seindah yang kami bayangkan. Ada perbedaan yang menjadi benteng diantara kami, ia yang tidak berpendidikan tinggi serta berasal dari keluarga sederhana, menjadi alasan permasalahan tumbuh dalam hubungan kami. Keluarga ku sangat tidak menyetujui hubungan kami, mereka dengan segala caranya mendesakku agar meninggalkan laki-laki yang amat ku cintai ini. Namun, tidak semudah itu, apapun yang terjadi Aku dan Angga telah berjanji untuk terus bertahan dan memperjuangkan cinta kami.
Hari ini Aku meminta Angga untuk menemaniku membeli buku di Gramedia, selama perjalanan, hati ini begitu resah dan gelisah, entah apa yang akan terjadi hingga Aku mengingatkan Angga untuk lebih berhati-hati memacu roda duanya. Selang 15 menit dari perbincangan kami, tiba-tiba dari belakang ada suara gemuruh yang besar sekali hingga Angga dengan cepat membanting stirnya ke kanan, ternyata suara itu berasal dari mobil truk yang kehilangan kendali hingga menabrak mobil di depan kami tadi, tapi dengan kami membawa mobil ke kanan tidak membawa kami pada titik aman, ternyata dari depan muncul mobil Jazz yang memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi hingga kami tidak dapat mengelak lagi, entah apa yang terjadi setelah itu. Yang ku ingat hanyalah suara tabrakan yang besar sekali dan ku lihat Angga telah berlumuran darah memelukku untuk melindungiku hingga akhirnya ia tak sadarkan diri dalam dekapanku, setelah itu Aku tidak mengingat apa-apa lagi.
Saat ku buka mataku, Aku melihat ibu dan ayah ku tengah berdiri di samping ranjang rumah sakit dan Aku berbaring di atasnya. Aku bingung dengan keadaan ini,
“Nak syukurlah kamu sudah sadar, Ibu sangat mengkhawatirkan keadaanmu. Apa kamu baik-baik saja sayang?” tanya ibu ku sambil menangis.
“Iya Bu, Aku baik-baik saja. Bu, Angga dimana Bu? Apa dia baik-baik saja?”. Seketika ku mengingat Angga.
Angga.... (dengan gugup), Angga baik-baik saja Nak, ia juga dirawat persis di ruang sebelah”.
“Aku ingin melihatnya Bu, Aku mohon bawalah Aku ke Angga Bu, Aku mohon”. Mohonku sambil menangis.
Ibu pun mengabulkan pemintaan ku dan membawaku ke ruangan dimana Angga dirawat. Saat ku memasuki ruangan itu, ku lihat Angga sedang melihat sekelilingnya dengan ekspresi wajah yang sangat datar, orang-orang disampingnya menangis dan berbicara mencoba untuk meyakinkan Angga bahwa mereka adalah keluarganya sendiri. Aku pun mendekati mereka dengan kebingungan yang lebih lagi dari sebelumnya.
“Angga, syukurlah kamu sudah sadar. Aku bersyukur sekali, apa sekarang kamu baik-baik saja?”
“maaf kamu siapa ya?” Ujar Angga dengan wajah bingung.
Sesaat suasana menjadi hening, Aku terkejut dengan apa yang dikatakan Angga, sungguh bagaimana mungkin dia bertanya siapa Aku, yang jelas-jelas adalah kekasihnya.
“Angga, ini Aku Rahma pacar Kamu, Kamu gak mungkin lupa sama Aku, bagaimana bisa sayang?” Aku menangis dan tak percaya dengan keadaan ini.
“Angga mengalami amnesia karena kecelakaan itu, dan kamu tahu, bahwa Kamu adalah penyebab dari semua musibah ini. Kalau saja Kamu tidak mengajak Angga untuk pergi waktu itu, Angga sekarang pasti akan tetap baik-baik saja, dia tidak akan melupakan Aku, Ayahnya dan saudara-saudaranya yang lain. Apa belum puas Kamu menyiksa Angga dengan perlakuan keluargamu terhadap nya? Belum puas? Sekarang ia kehilangan ingatannya karena Kamu. Aku minta Kamu jauhi Angga sekarang juga, dan jangan pernah Kamu menemuinya lagi.” Bentak Ibu Angga dengan kemarahan yang membludak kepadaku.
Sungguh langit terasa runtuh, Aku hancur, hingga kini Aku menyalahkan diriku sendiri atas semua musibah ini. Tapi Aku tidak boleh membiarkan kehancuran ini membunuhku, Aku harus bisa memperbaiki semuanya.
Seminggu setelah dirawat di rumah sakit, Aku dan Angga pun diperbolehkan untuk pulang ke rumah walaupun begitu sulit untuk Aku menemuinya karena terhalang oleh keluarga Angga yang kini juga menentang hubungan kami, terlebih Angga yang amnesia benar-benar membuat Aku sendiri memperjuangkan cinta.
Kulakukan segalanya agar Angga bisa kembali mengingatku, setiap hari Aku mendatanginya namun selalu gagal karena tidak diizinkan oleh keluarganya, namun Aku tidak pernah menyerah, selama sebulan Aku terus datang tanpa rasa menyerah, Aku berusaha membuat keluarganya luluh setelah itu baru Aku bisa menemui Angga. Carakupun berhasil, karena kegigihan dan ketulusanku, keluarganya dapat kembali menerimaku. Kini saatnya untuk Aku berjuang membuat ingatan Angga pulih, dari foto-foto kami, mengajak ia ke tempat kenangan kami, dan setiap hari Aku berada di sisinya.
Selama satu tahun hal itu terus Aku lakukan, hingga tangan Tuhan turun memberikan keajaibannya, ingatan Angga pulih, ia bisa mengingat semuanya, dan kisah cinta kami. Angga ku kini telah kembali bersamaku. Kini kami bertekad untuk sukses bersama, kami merintis usaha bersama dari nol, segala kesulitan kami temui. Butuh waktu 2 tahun untuk kami meraih kesuksesan kami. Sungguh ini bukan perjuangan yang mudah bagi kami. Dari hasil ini Angga bisa membangun rumah dan membeli mobil untuk kami setelah menikah nanti. Dan hal yang tak bisa kugambarkan sebesar apa kebahagiaan ini, keluarga ku menyetujui hubungan kami. Karena mereka tidak bisa memungkiri bahwa mereka sendiri menjadi saksi dari perjuangan kami berdua, mereka melihat sosok Angga adalah laki-laki pekerja keras, dewasa dan bertanggungjawab, terlebih lagi kini Angga telah dapat membuktikan bahwa ia adalah laki-laki yang pantas bagiku.
Terbukti sudah, perjuangan yang tanpa putus, cinta yang penuh dengan ketulusan, tengan yang selalu merangkul satu sama lain, akan membawa cinta yang terpuruh sekalipun meraih mahkota kebesarannya. Karena dari dulu kupercayai bahwa, perjuangan dan do’a terus menerus akan membuat kesuksesan dan kebahagiaan menunggu kita di depan, Tuhan tidak pernah tidur, ia melihat hamba-hambanya yang berusaha.
Kini kamu bersatu dan membangun keluarga kecil kami, sungguh dialah laki-laki yang sangat kucintai, dialah sayap kanan ku, tanpanya Aku tak akan bisa terbang kemanapun yang Aku mau, dan dengannya kini aku akan mengarungi kebahagiaan dunia bersamanya tanpa ada yang memisahkan kamu selain takdir Tuhan.





PROFIL






Rahmawati, gadis kelahiran 29 April 1995 beberapa tahun yang silam. Gadis yang sangat menyukai ketenangan laut pantai, membaca novel dan sangat menyukai anak-anak kecil. Cerpen Kau Sayap Kananku ini adalah cerpen karya pertama yang Saya buat. Dengan harapan tinggi dapat menghasilkan karya-karyayang jauh lebih baik lagi dan bermanfaat.